Foto : Google |
Sepasang
suami isteri layaknya pasangan lainnya di kota-kota besar meninggalkan anak perempuan
mereka yang diasuh pembantu rumah sewaktu mereka sibuk bekerja. Anak tunggal
pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Ia kerap kali
dibiarkan sendirian oleh pembantunya lantaran sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun
memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu ketika,
ia melihat sebatang paku karat. Ia pun mulai mencoret lantai tempat mobil
ayahnya diparkirkan. Akan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka
coretan tak terlihat. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya, karena mobil
itu bewarna gelap, otomatis coretannya nampak sangat jelas. Apalagi anak-anak
ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu
ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet.
Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri
mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam,
kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung
tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat
pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru
setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang
belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Perbuatan siapa ini !!!” ….
Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar.
Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali
lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan, “Saya tidak
tahu tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si
isteri menambahkan.
Si anak
yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan
penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh, cantik kan!”
katanya sambil memeluk ayahnya seraya bermanja seperti biasa. Si ayah yang
sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak
yang tak mengerti apa-apa lantas menagis kesakitan, perih sekaligus ketakutan.
Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan
Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman
yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa. Si
ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian berganti pada tangan kiri
anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia
terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka
dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya
dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih
saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil
itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu
ke majikannya. “Oleskan obat saja!” perintah Ayah Dita.
Pulang
dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di
kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari
berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu,
meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu,” jawab
pembantunya singkat. “Kasih minum panadol aja,” jawab si ibu. Sebelum si ibu
masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita
dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk
hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu
panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya
itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter
mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius.
Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
“Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan
anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah serta infeksi akut. ”Ini
sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong
dari siku ke bawah” kata dokter itu. Bagai tersambar petir Ayah dan Ibu Dita
mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat
dikatakan lagi.
Si ibu
meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si
ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar
dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis
kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih.
Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia
mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si
anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan
melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita
sayang ayah..sayang ibu,” katanya berulang kali, sehingga membuatkan si ibu
gagal menahan rasa harunya. “Dita juga sayang Mbok Narti,” tambahnya sambil
memandang wajah pembantu rumah. Sontak hal itu membuat Si Mbok meraung histeris.
“Ayah,,
tolong kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil? Dita janji tidak akan
mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti? Bagaimana Dita mau
bermain nanti? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi,” pintanya
berulang-ulang.
Bertambah
hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati
namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi telah menjadi
bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan
dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah
minta maaf. Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan
kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan
kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi. Namun si Anak dengan segala keterbatasan dan
kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu
merindukan ayahnya.
“Semoga
bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Memberikan Tanggapan Berupa Saran Maupun Kritik Yang Sifatnya Membangun. Terima Kasih Untuk Tidak Menuliskan Cacian, Makian Dan Kata-Kata Kotor.