Suatu hari sepasang sahabat karib bertemu disebuah warung milik Mak Ijah. Mereka berdua berniat membeli keperluan sehari-hari yang begitu mendesak.
“Eh Gufron, ngapain lu?" tanya Ucrot kepada sahabatnya Gufron.
“Iya nih Gue mau belanja rokok ma kopi. Stok hari ini udah abis. Nah lo sendiri ngapain kesini?” tanya Gufron balik.
“Gue kesini mau ngapelin anaknya yang punya warung” ujar Ucrot. Belum sempat Gufron mengiyakan, Ucrot kembali meneruskan, “Ya gue juga mau belanja lah, emang Mak Ijah punya anak cewek, perasaan gue anaknya laki semua. Gue kesini mau beli sendal, soalnya sendal gue putus gara-gara ngejer layangan kemaren,” tukas Ucrot.
“Oh mau beli sendal. Tapi iya juga ya, mana ada Mak Ijah anak cewek, perasaan anaknya bekumis semua, hehe,” timpal Gufron dengan polosnya. Ucrot pun memanggil sang empunya dagangan.
“Maaaakkkk, Mak Ijaaaaahhh, beliiiiiiii. Maaaakkk beli Maaaakkkk,” teriak Ucrot. Tak berselang lama Mak Ijah pun keluar. “Eh Ucrot, eh Gufron, mau beli apa,” tanya Mak Ijah ramah kepada mereka berdua. “Mau beli sabun, eh salah Mak, mau beli sendal yang itu,” jawab Ucrot seraya menunjuk ke arah sendal jepit berwarna hitam. Gufron tertawa geli mendengar jawaban Ucrot.
“Sendal yang ini harganya Rp10.000. Mau beli berapa,” tanya Mak Ijah lagi. “Beli satu aja Mak, ngapain banyak-banyak,” timpal Ucrot. Ucrot pun lantas mengeluarkan uang selembar Rp10.000-an dari saku celananya.
“Buuuseeett lu Crot, itu duit apa kertas amplas.? Udah lecek, plesteran trus burem lagi,” ucap Gufron yang sedari tadi memperhatikan tingkah Ucrot. “Ya duit lah, masa kertas amplas, juling mata lu ya,” jawab Ucrot kesal.
“Wahh, wahh,!! kalo lu belanja di Hongkong pasti nggak bakalan laku tuh duit,” tukas Gufron. “Ya iya lah pasti nggak laku. Ini kan rupiah, bukan dollar Hongkong,” cetus Ucrot tak mau kalah. “Bukan gituuu. Maksud gue kalo yang dilecekin itu duit dollar Hongkong trus dipake buat belanja pasti nggak bakalan laku. Trus udah itu lu ditangkep sama polisi Hongkong karena dianggap udah ngelecehin Uang sebagai salah satu lambang dan identitas negara,” jelas Gufron.
“Ah nggak mungkin,” jawab Ucrot.
“Itulah salah satu kelebihan negara kita yang menganut Demokrasi ini. Nggak ada aturan yang bener-bener sanggup dan efektif dalam memberi sanksi tegas. Padahal selain merugikan negara, ujung-ujungnya rakyat yang kena imbasnya. Kita lagi-kita lagi,” tutur Mak Ijah yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka berdua.
“Loh kok merugikan negara dan rakyat Mak,” sanggah Ucrot keheranan. “Ya pasti dong. Coba Ucrot pikir betapa banyak dana yang dikeluarkan pemerintah dalam sekali mencetak uang. Bisa sampe bermiliar-miliar untuk sekali cetak. Mencetak uang itu dilakukan secara periodik. Dan kapan pemerintah akan kembali mencetak uang, itu sudah diprediksi berdasarkan umur uang jika digunakan secara baik.” Jelas Mak Ijah.
“Coba kalian bayangin, misalnya uang yang seharusnya bisa bertahan selama sepuluh tahun, tapi karena dalam jangka waktu setahun uang banyak yang rusak, maka pemerintah harus segera mencetak ulang agar transaksi bisa berjalan lancar. Kan kalo merugikan negara dan imbasnya kerakyat juga." "Seharusnya kan biaya cetak uang itu bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur publik serta untuk pemenuhan kebutuhan kita lainnya. Biaya untuk cetak uang itu merupakan dana APBN yang jelas-jelas merupakan uang kita. Itu sama saja pemborosan anggaran,” sambung Mak Ijah lagi.
“Berarti sudah seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan rakyatnya menjaga uang agar tetap baik, nggak boleh rusak, nggak boleh diuwel-uwel, nggak boleh di plester dan nggak boleh dicoret-coret dong Mak,” tangkap Gufron.
“Betulll. Tapi Emak juga nggak tau kebijakan itu udah ada apa belum. Soalnya nggak pernah ada sosialisasinya sih dari pemerintah,” ucap Mak Ijah. “Berarti, kondisi uang juga bisa mencerminkan jati diri bangsa dan bisa menimbulkan paradigma yang nggak-nggak dari bangsa lain juga dong Mak?” tanya Ucrot.
“Ya iya lah, buktinya udah jelas. Duitnya aja kumel, butut, dekil cocok sama yang punya,? Ledek Gufron menimpali pertanyaan Ucrot, sambil melirik ke arahnya.
“Ya enggak gitu juga Fron, semua itu kan harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Bukan berarti karena uang kita lusuh lantas bangsa lain bisa menilai rakyat kita ini lusuh juga. Mungkin ini hanya kebiasaan masyarakat aja karena tidak ada yang mengajarkan untuk merawat uang. Yang ada hanya anjuran untuk menjaga keutuhan uang secara non fisik seperti menabung, berhemat, tidak foya-foya. Tidak ada anjuran untuk menjaga uang agar jangan sampai dilipat, kotor, basah dan sebagainya.” Kata Mak Ijah menengahi.
“Yaudah Mak, kalo gitu Ucrot pamit pulang dulu, nanti kesini lagi. Uangnya mau Ucrot gosok dulu biar rapih kayak baju,” ujar Ucrot seraya berpamitan kepada Mak Ijah. “Jangan lupa dipakein pelicin ya Crot,” timpal Gufron sambil tertawa. “Loh kok nggak jadi beli sendalnya. Emak masih mau terima uangnya biarpun lecek,” tutur Mak Ijah.
“Iya Mak nanti Ucrot balik lagi kok,” jawab ucrot seraya meninggalkan warung Mak Ijah. Kali ini giliran Gufron ditanya Mak Ijah.
“Oh ya kamu mau beli apa Fron,” tanya Mak Ijah kepada Gufron.
“Tadinya sih Gufron mau beli rokok sama kopi Mak. Tapi nanti aja deh Gufron balik lagi juga,” ujar Gufron. “Lho kenapa,” tanya mak Ijah heran. “Iya, hehe, soalnya Gufron mau ngapus bekas contekan yang ada di duit kertas ini dulu,” kata Gufron sambil menunjukan uang kertas miliknya, yang kemudian berlari meninggalkan Mak Ijah.
Gimana Menurut Agan-Agan, Apakah Kondisi Uang Melambangkan Empunyanya? Jangan Lupa Komentarnya Ya Gan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Memberikan Tanggapan Berupa Saran Maupun Kritik Yang Sifatnya Membangun. Terima Kasih Untuk Tidak Menuliskan Cacian, Makian Dan Kata-Kata Kotor.